by : Kwik Kian Gie
Ini arsip lama Tulisan Kwik Kian Gie. Tapi gak salah kita jadikan sebagai pembuka wawasan, karena konteks Kenaikan Harga BBM nya ....
Mahkamah Konstitusi RI (MK) telah menguji Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, apakah isinya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar kita.
Vonisnya ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan 9 (sembilan) Hakim Konstitusi pada hari Rabu, tanggal 15 Desember 2004, dan dituangkan dalam PUTUSAN Perkara Nomor 002/PUU-I/2003.
Putusan MK tersebut yang tentang kebijakan harga BBM berbunyi sebagai berikut : “Pasal 28 ayat (2) dan (3) yang berbunyi (2) Harga Bahan Bakar Minyak dan Harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar; (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu”; Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.”
Jadi menentukan harga BBM yang diserahkan pada mekanisme persaingan usaha dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi kita, walaupun persaingan usahanya dikategorikan sehat dan wajar.
Setelah vonis tersebut, terbit sebuah ”pedoman” oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen ESDM. Isinya mengatakan bahwa sebagai implikasi dari vonis MK “dilakukan perubahan atas Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas yang berkaitan dengan harga BBM dan Gas Bumi.
Harga jual BBM ditetapkan oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi pasal 72 ayat (1) berbunyi sebagai berikut.
(1) Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi kecuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
Jadi sangat jelas bahwa Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 tersebut tetap mengatakan bahwa harga BBM diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan”, walaupun oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Yang dikecualikan Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.
Dalam berbagai penjelasannya, dalam menentukan harga BBM pemerintah memang mendasarkan diri pada persaingan usaha, bahkan persaingan usaha yang tidak sehat dan tidak fair.
Bagaimana penjelasannya? Kita ambil bensin jenis premium sebagai contoh. Ketika harga minyak mentah yang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar atau mekanisme persaingan yang diselenggarakan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX) mencapai US$ 60 per barrel, harga bensin premium yang Rp. 2.700 per liter dinaikkan menjadi Rp. 4.500 per liter. Angka ini memang ekivalen dengan US$ 61,50 per barrelnya. Seperti kita ketahui, biayalifting, refining dan transporting secara keseluruhan rata-ratanya US$ 10 per barrel. Kalau kita ambil US$ = Rp. 10.000, keseluruhan biaya ini adalah (10 : 159) x 10.000 = Rp. 628,9 atau dibulatkan menjadi Rp. 630 per liter. Jadi kalau harga bensin premium per liter dikonversi menjadi harga minyak mentah per barrel dalam US$, jadinya sebagai berikut : (4.500 – 630) x 159 : 10.000 = US$ 61,53. Ketika itu harga minyak di New York US$ 60 per barrel. Maka Wapres JK mengatakan bahwa mulai saat itu tidak ada istilah “subsdi” lagi untuk bensin premium, karena harga bensin premium sudah ekivalen dengan harga minyak mentah di New York.
Ini adalah bukti bahwa harga bensin di Indonesia ditentukan atas dasar mekanisme pasar atau mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX.
Artinya, ketika itu pemerintah tetap saja mendasarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar atau mekanisme persaingan usaha, bahkan yang berlangsung di NYMEX.
BAGAIMANA SEKARANG?
Tindakan pemerintah menaikkan harga BBM yang berlaku mulai tanggal 24 Mei 2008 jam 00 melanggar Konstitusi. Bagaimana penjelasannya?
Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro
Kompas tanggal 24 Mei 2008 memberitakan keterangan Menteri ESDM yang mengatakan bahwa “dengan tingkat harga baru itu, pemerintah masih mensubsidi harga premium sebesar Rp. 3.000 per liter karena ada perbedaan harga antara harga baru Rp. 6.000 per liter dan harga di pasar dunia sebesar Rp. 9.000 per liter.
Dari mana angka Rp. 9.000 per liter yang disebut harga dunia itu? Harga BBM Rp. 9.000 per liter dikurangi dengan biaya lifting, refining dan transporting sebesar Rp. 630 per liter, sehingga harga minyak mentahnya Rp. 9.000 – Rp. 630 = Rp. 8.370. Per barrelnya = Rp. 8.370 x 159 = Rp. 1.330.830. Kalau nilai rupiah kita ambil US$ 1 = Rp. 10.000, harga minyak mentah di pasar dunia sama dengan 1.330.830 : 10.000 = UD$ 133,08.
Sangat-sangat jelas isi pikirannya bahwa harga BBM untuk rakyatnya harus diserahkan sepenuhnya pada “mekanisme persaingan usaha” yang berlangsung di NYMEX, yang oleh MK dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sekarang memang dinaikkan menjadi Rp. 6.000 per liter. Tetapi ini untuk sementara. Dalam pemberitaan yang sama di Kompas tanggal 24 Mei 2008 tersebut Menteri Keuangan menyatakan bahwa harga ini masih belum final. Argumentasinya jelas mendasarkan diri pada mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX. Kami kutip : “Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan “Jika harga minyak terus meningkat secara signifikan, pemerintah bisa melakukan tindakan untuk menekan harga subsidi BBM (baca : mengurangi subsidi berarti menaikkan harga BBM).” Selanjutnya diberitakan “Menurut dia, hal itu dimungkinkan karena pemerintah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan (baca : menaikkan) lagi harga BBM”.
Menko Boediono
Sebelumnya, yaitu seperti yang dimuat di Kompas tanggal 17 Mei 2008 Menko Boediono mengatakan : “Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai September 2008. Ini dilakukan karena anggaran subsidi akan ditekan lebih rendah dan pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Luar biasa, terang-terangan melecehkan dengan arogan Putusan MK yang menyatakan penyerahan harga BBM pada mekanisme pasar adalah bertentangan dengan Konstitusi kita.
Selanjutnya dikatakan : “Pemerintah tidak ragu memberlakukan harga pasar dunia di dalam negeri karena langkah ini sudah dilakukan di banyak negara dan berhasil menekan subsidi BBM”. Apakah masih perlu penjelasan bahwa yang dimaksud Menko Boediono adalah harga BBM di Indonesia diserahkan sepenuhnya pada mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX? Dan apakah masih perlu penjelasan lagi bahwa Pemerintah jelas-jelas bertindak melawan vonis MK yang dengan sendirinya juga melawan Konstitusi? Banyak negara yang tidak ikut NYMEX. Di Iran harga BBM ekivalen dengan Rp. 1.000 per liter dan Hugo Chavez juga menjual minyaknya kepada negara-negara sahabat dengan harga lebih rendah dari harga NYMEX.
PERSAINGAN YANG SEHAT DAN WAJAR?
Lebih gila lagi. Persaingan usaha yang dijadikan landasan mutlak bagi penentuan harga BBM di Indonesia sama sekali tidak sehat dan tidak wajar. Bagaimana penjelasannya?
1. Volume minyak yang diperdagangkan di sana hanya 30% dari volume minyak di seluruh dunia. Sisanya yang 70% diperoleh perusahaan-perusahaan minyak raksasa atas dasar kontrak-kontrak langsung dengan negara-negara produsen minyak mentah. Di Indonesia melalui apa yang dinamakan Kontrak Bagi Hasil atau production sharing.
2. Bagian terbesar minyak dunia diproduksi oleh negara-negara yang tergabung dalam sebuah kartel yang bernama OPEC. Kalau mekanisme persaingan dirusuhi oleh kartel, apa masih bisa disebut sehat dan wajar? Toh para menteri ekonomi kita secara membabi buta menerapkan dalil bahwa harga minyak ialah yang ditentukan di NYMEX itu, walaupun ditentang keras oleh MK.
3. Harga yang terbentuk di NYMEX sangat dipengaruhi oleh perdagangan derivatif dan perdagangan oil future trading yang juga berlangsung di NYMEX. Sekarang ini para ahli mempertanyakan apakah betul bahwa permintaan minyak demikian drastis melonjaknya dan terus menerus seperti grafik harga minyak mentah di NYMEX? Banyak yang dengan argumentasi sangat kuat menuding spekulasi oleh hedge funds melalui future tradingsebagai penyebabnya. Kok Indonesia terus ikut-ikutan lotre buntut ini secara membabi buta tanpa peduli apakah rakyatnya akan mati kelaparan atau tidak.
BAGAIMANA SEMESTINYA?
Apakah minyak yang walaupun milik rakyat Indonesia harus dibagikan dengan cuma-cuma kepada rakyatnya? Sama sekali tidak. Ketika harga bensin premium masih Rp. 2.700 per liter, rakyat dikenakan harga Rp. 2.070 per liternya (Rp. 2.700 – Rp. 630), dan ketika dinaikkan menjadi Rp. 4.500 rakyat dikenakan harga Rp. 3.870 (Rp. 4.500 – Rp. 630). Tetapi para teknokrat itu tidak terima. Dinaikkan lagi menjadi Rp. 6.000 per liter dan mulai September akan dinaikkan lagi!!
Ketika Bung Hatta dan kawan-kawan merumuskan pasal 33 UUD 1945 sudah dipikirkan dengan matang bahwa barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak ditentukan oleh pemerintah atas dasar hikmah kebijaksanaan sesuai dengan kepatutan dan daya beli rakyatnya, serta atas pertimbangan untuk menopang pengembangan ekonomi, karena minyak sangat strategis.
Sekarang semuanya diinjak-injak oleh para teknokrat yang sangat miskin akan hati nurani, visi, filosofi. Mereka hanyalah tukang-tukang yang selalu terpaku pada doktrin-doktrin para ahli Barat.
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dimaksud sebagai pintu gerbang menuju pada kemakmuran yang berkeadilan dan kesejahteraan dijadikannya pintu masuk bangsa-bangsa lain untuk menghisap bangsa Indonesia yang lebih dahsyat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar